Film pertama yang akan saya bahas hari ini datangnya dari jepang. Film yang sangat fenomenal ini sebenarnya udah lama keluar di jepang, sekitar tahun 2006. Namun menurut saya film ini tetap mengesankan. Film yang benar - benar menyentuh perasaan yang menontonnya.
Film ini  mengambil ilham dari sebuah novel karya Ichikawa Takuji. Novel tersebut  berjudul Renai Shashin – Mouhitotsu no Monogatari (Romance Picture – The  Other Story). Ichikawa sendiri terinspirasi oleh film yang berjudul  Renai Shashin (2003).
Deperankan oleh Aoi Miyazaki (as. Satonaka Shizuru) , Tamaki Hiroshi (as. Makoto Segawa) dan Kuroki Meisa (as. Fujiyama Miyuki).
Film ini beralur flashback. Jika dirangkai sejak awal, cerita bermula dari pertemuan Makoto Segawa (Tamaki Hiroshi) dengan Satonaka Shizuru (Miyazaki Aoi). Keduanya adalah mahasiswa sebuah universitas.  
Makoto punya hobi jepret-jepret kamera. Makoto adalah seorang pemuda pemalu.  Namun  sebenarnya memendam bakat besar. Sedangkan Shizuru adalah gadis yang  mengidap penyakit langka. Hormon pertumbuhannya tak normal, sehingga dia  terlihat masih seperti anak-anak. Setelan yang dia pakai itu-itu juga:  celana congklang di atas mata kaki, kaus kodok, serta kaus dalaman  lengan panjang, ditambah kacamata besar. Miyazaki  begitu tepat melakoni peran ini. Wajahnya manis, imut, lucu, dan  kebocah-bocahan, serta berpotongan rambut bob seleher dengan poni di  depan.
Hubungan  pertemanan mereka makin berlanjut dekat. Makoto selalu mengajak Shizuru  masuk sebuah hutan. Sebenarnya hutan tersebut terlarang untuk dimasuki.  Namun mereka nekat saja.
Maklum, Makoto tak pernah bisa menuntaskan hasrat fotografinya. 
Wajar saja, lantaran isi rimba tersebut indah nian. Tak puas-puasnya Makoto menembak lebatnya hijau pepohonan (plenty of green),  luasnya danau nan tenang, air kali yang bergericik mengalir tertimpal  batu dasar sungai yang dangkal, serta burung-burung yang gampang-gampang  susah dipotret.
Rupanya  Shizuru menaruh hati kepada Makoto. Dia pun minta diajari fotografi.  Karya-karya Shizuru pun tak kalah cantiknya. Di mata orang lain, Shizuru  nampak aneh. Kekanak-kanakan dan ganjil (weirdo). Hanya Makoto yang rela menemaninya setiap hari.
Hubungan  keduanya mulai merenggang dengan masuknya tokoh Fujiyama Miyuki (Kuroki Meisa). Miyuki adalah gadis yang cantik, menarik, begitu mature,  lembut, pendek kata sempurna di mata kaum Adam. Miyuki kuliah satu  kampus dengan mereka. Makoto naksir Miyuki –meskipun mereka tak pernah  jadian. Karena Miyuki tahu, sebenarnya Makoto hanya tepat bagi Shizuru.
Shizuru  pun sadar, kalau dirinya penuh kekurangan. Fisiknya bagai anak kecil,  tiada lekuk yang menarik. Namun dia selalu berujar, satu saat dia bakal  berubah menjadi perempuan dewasa. Menjadi sosok yang cantik menarik dan  tak terlupakan oleh seseorang yang mencintainya. Sebenarnya perkataan  itu dia tujukan kepada Makoto. Hanya, Makoto menanggapinya sambil lalu.
Satu  hari, Shizuru meminta kado ulang tahun. Dia minta dicium Makoto. Dengan  alasan, untuk diabadikan sebagai foto, untuk sebuah kompetisi. Makoto  pun menyanggupinya. Makoto tak sadar, itulah hari terakhir dia bertatap  muka dengan Shizuru. 
Setelah  dua tahun berpisah, Makoto menerima surat dari New York. Rupanya dari  Shizuru. Dia sudah bekerja sebagai fotografer di sebuah agensi. Shizuru  mengundang Makoto menyaksikan pamerannya. Sebulan  kemudian, Makoto menyambangi Shizuru di New York. Namun, yang dia temui  adalah Miyuki. Rupanya Miyuki dan Shizuru tinggal seapartemen. Setelah  lulus kuliah, Miyuki bekerja di New York. Bertemulah dia dengan Shizuru. 
Shizuru  yang dinanti Makoto tak kunjung tiba jua. Rupanya dia pulang ke Jepang,  dirawat ayahnya lantaran penyakitnya semakin akut. Lantas, meninggallah  dia, dan abu jenazahnya telah dikremasi di kampung halaman.  Makoto  hanya bisa menangis di depan gambar-gambar karya Shizuru.
 Sebagian  besar, adalah foto diri Makoto sendiri. Serta, gambar Shizuru yang telah  tumbuh dewasa, cantik, menarik, dengan potongan rambut panjang. Di  ujung ruang pameran, Makoto tak jemu-jemunya memandang foto mereka  berciuman di tepi danau di tengah hutan, tempat mereka berjumpa untuk  terakhir kalinya.
Film ini semakin berasa, karena dilengkapi oleh suara Otsuka Ai yang membawakan lagu tema (theme song)  yang bertajuk Renai Shashin. Film ini punya banyak nilai lebih. Para  pemainnya benar-benar orang Jepang, tak seperti film kita yang padat  disesaki oleh artis karbitan berwajah bule atau blasteran.
Pun,  jalan ceritanya mengalir terasa nyata (meskipun fiksi), tak seperti  kisah layar lebar kita (dan layar kaca), yang acapkali menyuguhkan  cerita yang tak masuk akal serta melecehkan akal sehat.  Tak  ada Miyuki yang dengki atau perebut pria lain; tak ada Shizuru yang  bagai anak kecil nan licik dan jahat; tiada pula kawan-kawan kampus yang  overacting meledek kekurangan Shizuru secara berlebihan; dan,  tak satupun kekayaan materi yang telanjang diumbar. Semuanya berjalan  natural dan makin menambah daya pikat.
Download : Heavenly Forest Movie













 












